Baru-baru ini, sahabat sejak masa kecil saya mengeluhkan sulitnya harus pergi kerja di masa pandemi ketika hamil. Saat ini ia memasuki kehamilan trimester keduanya. Keluhan itu bahkan telah ia sampaikan sejak awal kehamilannya: tidak bisa makan karena seringkali berujung mual hebat hingga muntah, tidak nyaman tapi sulit untuk diceritakan atau dikeluhkan karena itu dianggap hal yang biasa. Kejadian-kejadian itu kerap ia alami baik di rumah maupun di kantor.
Pengalaman hamil tentu akan menjadi memori yang sangat lekat bagi perempuan. Ketika saya hamil tiga tahun lalu, saya mengalami masa-masa terberat karena gangguan kehamilan. Saya tidak boleh turun dari tempat tidur karena cenderung mengalami pendarahan. Karena keluhan-keluhan itu, sekitar tiga minggu saya absen dari kantor saya yang lama. Setelah merasa kuat dan kembali ke kantor, waktu bekerja sering saya habiskan berbaring di dalam ruang menyusui karena saya dilarang dokter duduk dalam jangka waktu lama. Beruntung saat itu saya bekerja di sebuah kantor untuk perlindungan anak, sehingga hak saya sebagai perempuan bekerja yang sedang mengandung sangat dilindungi.
Dalam keadaan dunia yang “normal” pun, kehamilan itu berat. Al-Qur’an surat Lukman ayat 14 disebutkan: “Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” Al-Qur’an menyebutkan bahwa perempuan hamil berada dalam kondisi lemah yang bertambah-tambah. Saya bahkan tidak bisa menemukan deskripsi yang pas untuk menerangkan betapa sulitnya masa-masa kehamilan bagi perempuan.
Read More »