Sekarang saya jadi paham kenapa dulu Mama saya sering banget mengulang-ulang cerita kelahiran saya dan kakak saya. Pengalaman melahirkan bagi perempuan adalah salah satu pengalaman yang akan selalu melekat dalam ingatan. Bahkan, setelah hampir 4 tahun berlalu, saya masih ingat dengan jelas setiap detail pengalaman melahirkan Aksa dan perasaan saya kala itu. Pengalaman melahirkan Adriel juga tidak jauh berbeda. Akan selalu saya simpan sebagai sebuah memori berharga.
Butuh waktu dan keberanian untuk menulis blog post ini. Berkali-kali saya maju mundur dan ragu untuk menuliskannya. Ternyata mengingat kembali pengalaman melahirkan Adriel sama seperti membuka trauma dan luka lama. Namun, saya coba untuk menuliskannya, sebagai pengingat bahwa selalu ada kemudahan setelah kesulitan.
Saat Adriel terlahir ke dunia, saya nggak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Bahagia, sedih, lega, khawatir, semua bercampur jadi satu. Saya harus menjalani emergency c-section karena mengalami perdarahan yang intensitasnya semakin banyak, setelah bed rest total selama 7 minggu. Adriel pun terpaksa harus lahir prematur. Namun, di balik segala campur aduk perasaan itu, saya nggak henti-henti mengucap syukur atas segala apa yang telah terlewati.
Saat saya menulis post sebelum ini, yaitu tentang pengalaman hamil dengan placenta previa untuk kedua kalinya, saya menulis dengan hati yang sangat berat. Rasanya cobaan datang bertubi-tubi. Ada momen-momen di mana rasanya saya nggak sanggup, lelah, jatuh sejatuh-jatuhnya, dan merasa seakan cobaan nggak ada ujungnya.
Namun, salah satu hal yang selalu menguatkan saya adalah kalimat Allah (sebagaimana saya tulis di blog post sebelumnya juga): fainna ma’al usri yusra, inna ma’al usri yusra. Rasa percaya itulah yang memberikan saya kekuatan bahwa saya diberi cobaan ini karena saya mampu, dan percaya bahwa Allah akan mempermudah langkah hamba-hamba-Nya yang bersabar ketika menghadapi ujian. Pengalaman hamil dan melahirkan Adriel ini juga telah memberikan pengalaman spiritual baru bagi saya, dan menjadi pengingat bahwa manusia adalah makhluk tanpa daya. Ketika semua usaha sudah dilakukan, hal terakhir yang bisa dilakukan adalah berserah.
Dan Alhamdulillah, ternyata proses kelahiran Adriel jauuuhh lebih mudah dari yang dibayangkan.
Post ini akan jadi post yang sangat panjang, so bear with me.
Awal Maret 2022
Nggak jauh beda dari bulan-bulan sebelumnya, saya kembali dirawat, entah untuk yang keberapa kalinya. Setelah saya dirujuk untuk cek ke dokter subspesialis fetomaternal, beliau mengonfirmasi kecurigaan dokter Elsina bahwa kemungkinan plasenta saya lengket (placenta accreta). Hasil cek feto itu saya bawa ke dokter Elsina dan beliau langsung menyusun rencana kelahiran saya. Saya awalnya kekeuh pengen lahiran di Bogor, entah di RSUD atau RS lainnya yang punya fasilitas cukup lengkap. Namun, dokter Elsina bilang bahwa dengan kondisi saya, ini bukan hanya soal keselamatan saya, melainkan juga bayi di kandungan saya, yang kalau-kalau harus lahir prematur. Lalu diputuskanlah akhirnya saya dirujuk ke RSAB Harapan Kita di Jakarta, salah satu rumah sakit terbaik untuk ibu dan bayi.
Awalnya, saya diminta untuk stay di Jakarta saat usia kandungan 32 weeks sampai waktunya melahirkan. Tapi setelah koordinasi dengan dokter fetomaternal di RSAB, dokter Elsina bilang bahwa lebih cepat lebih baik. Awalnya, tanggal 11 Maret saya diminta untuk datang ke poliklinik RSAB. Namun, ternyata beberapa hari kemudian saya perdarahan lagi (dan dirawat lagi) sehingga nggak memungkinkan untuk datang ke poli. Rencana pun berubah lagi, dan akhirnya saya diantar pakai ambulans ke IGD RSAB dari Bogor.
Baca juga: Pengalaman Hamil dengan Placenta Previa
Singkat cerita, Jumat, 11 Maret 2022 dini hari saya diinfo kalau sudah dapat acc dari RSAB untuk ditransfer ke sana. Berhubung dokter fetomaternal yang akan merawat saya praktik pagi, jam 7.30, jadi saya diantar sebelum subuh, sekitar jam 4.00 pagi. Sebelum berangkat, saya kaget ternyata dr. Elsina ada di RS pagi-pagi buta. Ternyata pasiennya yang lain ada yang mau lahiran pagi itu. Sebelum berangkat, beliau visit saya di ruang rawat dan ngajakin saya TikTokan hahaha. Saya bersyukur banget dirawat sama beliau yang sangat perhatian sama pasiennya dan selalu menyemangati saya bahwa semua akan berjalan lancar.
Jumat, 11 Maret 2022
Akhirnya saya tiba di RSAB. Setelah masuk IGD, saya ditransfer ke ruang HDU di kamar bersalin untuk diobservasi. Nggak lama, saya dipanggil untuk cek USG dengan dokter fetomaternal. Tahu nggak hasil USG-nya apa? Beliau nggak menemukan bahwa plasenta saya lengket. Setelah berminggu-minggu berada dalam kecemasan, kabar ini memberi angin segar bagi saya. Saat itu usia kandungan menurut perhitungan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) adalah 30 minggu. Beliau menyarankan untuk nggak cepat-cepat dilahirkan karena bayinya masih terlalu kecil. Saya pun akhirnya hanya dirawat untuk menghentikan perdarahan.
Beberapa hari dirawat, saya pun diperbolehkan pulang. Saya ingat waktu itu adalah hari Selasa, 15 April 2022. Entah udah berapa kali saya menangis karena kangen Aksa, yang waktu itu posisinya di Bogor. Karena saya harus stay di Jakarta sampai melahirkan, mama mertua ngebantuin dengan meminjam apartemen punya temannya di bilangan Kuningan. Itu jadi tempat tinggal kami sementara di Jakarta sampai semua keadaan normal. Setelah saya dinyatakan boleh pulang, Aksa langsung diboyong ke Jakarta agar bisa dekat dengan saya dan Abang.
Di apartemen, nggak henti-hentinya saya bersyukur karena bisa ketemu Aksa, peluk Aksa, dan tidur sama Aksa. Rasanya udah lamaaaa bangettt. Namun, ternyata Allah punya rencana lain. Malam itu, di saat saya baru aja pulang dari RS, saat saya sedang tidur, tiba-tiba saya merasa punggung saya sakit dan darah mengucur. Saya mencoba untuk nggak panik dan minum obat anti kontraksi dan obat anti perdarahan yang diresepi dokter. Saya berusaha untuk tetap tenang sambil mengobservasi reaksi obat. Saya pun tidur lagi, namun nggak lama berselang, darah tetap nggak kunjung berhenti.
Sekitar jam 3 pagi, saya dan Abang memutuskan untuk kembali ke IGD. Di perjalanan, saya merasakan kontraksi yang lebih intens dari sebelum-sebelumnya. Namun, entah kenapa kondisi saya nggak gitu bikin saya khawatir. Justru hal yang paling bikin saya hancur adalah lagi-lagi harus meninggalkan Aksa. Dan benar saja, pagi-pagi saat bangun, Aksa nangis nanyain Mama Ayah-nya. Rasanya kalau diingat-ingat, sampai saat ini masih ada bagian dalam diri saya yang merasa bersalah pada Aksa.
Setelah ditangani oleh bidan di IGD, saya kemudian diminta untuk rawat inap kembali. Dokter yang merawat saya akhirnya memutuskan untuk menjadwalkan operasi caesar. Saya pun kemudian dipindahkan kembali ke ruang HDU di kamar bersalin untuk diobservasi.
Rabu, 16 Maret 2022
Menurut HPHT, usia kandungan saya baru memasuki usia 31 minggu. Itu berarti Adriel harus lahir sembilan minggu lebih cepat dari perkiraan.
Saat rencana operasi dikabarkan pada saya, tiba-tiba aja saya nangis. Saya merasa bersalah pada Adriel karena harus lahir sebelum waktunya. Namun di sisi lain, ada bagian dalam diri saya yang juga merasa lega karena segala kekhawatiran dan ketakutan selama ini akan segera berakhir.
Namun, entah kenapa feeling saya mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Mungkin ini yang disebut sebagai insting seorang ibu ya. Selama ini saya udah berusaha menjaga nutrisi untuk Adriel, mati-matian ngejar berat badan agar cepat naik, hingga bolak-balik suntik pematangan paru. Semoga segala ikhtiar itu membuat Adriel lebih kuat meskipun harus lahir lebih cepat.
Di hari itu, saya kembali di-USG, namun bukan oleh dokter yang biasa merawat saya karena hari itu beliau nggak praktik. Lagi-lagi, dokter pengganti tersebut yang USG saya bilang kalau plasenta saya lengket grade 2, artinya agak lengket namun grade-nya cukup rendah. Meskipun begitu, tentu saja berita itu bikin saya kembali cemas. Itu artinya udah 3 orang dokter bilang hal yang sama; cuma 1 dokter yang bilang sebaliknya. Kalau menggunakan logika, 1 lawan 3 sudah pasti 3 yang menang, bukan? Selesai USG, saya kembali ke ruang HDU dengan hati nggak keruan.
Anyway, ruang HDU ini ada 3 bed dalam satu ruangan, dan sore harinya, bed di sebelah saya terisi oleh seorang ibu yang mengalami kontraksi. Karena sebelah-sebelahan, nggak mungkin kan saya nggak dengar apa-apa. Saya bisa dengar dengan jelas kontraksinya makin lama makin cepat, dannn tiba-tiba menjelang maghrib, ibu di samping saya pembukaan lengkap dan siap melahirkan. Jujur gue aja panik, apalagi bidan sama perawat di kamar bersalin 😖. Tanpa ada persiapan apa-apa, ibu tersebut melahirkan tepat di samping saya. Astagaaa, hati saya semakin ketar-ketir lihat orang di sebelah lahiran, mana besoknya mau tindakan pula.
Nggak lama setelah itu, saya dikabari kalau jadwal SC diundur ke hari Jumat karena ruang NICU-nya penuh. Karena Adriel akan lahir kurang bulan, maka dia harus disiapkan ruang NICU untuk backup. Dengan segala hal yang terjadi pada hari itu, saya pun agak bernapas lega karena masih punya satu hari lagi untuk mempersiapkan mental.
Kamis, 17 Maret 2022
A slow day. Hari itu saya hanya mempersiapkan untuk tindakan SC keesokan hari. Hanya beberapa dokter visit, seperti dokter fetomaternal yang merawat saya, dokter anestesi, perawat ruang bayi, dan saya dicek EKG.
Jujur visit-visit inilah yang membuat saya semakin deg-degan. Pasalnya, kondisi saya dianggap sebagai sesuatu yang cukup serius (memang serius sih hehehe), sehingga segala kemungkinan harus siap diatasi. Pada intinya, kalau pada saat operasi benar plasenta saya lengket dan terjadi perdarahan, saya udah disiapkan 4 kantong darah untuk transfusi, backup ruang ICU kalau kondisi saya nggak stabil, hingga kemungkinan terburuk, saya harus melalui operasi pengangkatan rahim (histerektomi).
…
Di satu sisi, saya merasa beruntung bahwa terlepas dari komplikasi kehamilan yang saya alami, teknologi kedokteran udah sangat canggih untuk mengatasinya. Tapi di sisi lain, bohong rasanya kalau saya nggak merasa cemas, karena segala kemungkinan bisa saja terjadi. Belum lagi, saya memikirkan kondisi Adriel yang terpaksa harus lahir sebelum waktunya. Rasanya waktu itu saya benar-benar merasa kecil dan nggak berdaya. Nggak ada jalan lain selain berserah diri sama Allah Swt. Segala upaya udah dilakukan dan saya cuma bisa berdoa, berdoa, dan berdoa.
Jumat, 18 Maret 2022
Jam 7 pagi, saya sudah dipanggil turun ke ruang operasi. Setelah selesai di ruang persiapan, nggak lama saya dipanggil masuk. Rasanya de javu kayak waktu melahirkan Aksa dulu. Ruangan dingin, lampu neon putih… Untungnya, suasana di ruangan operasi cukup cair. Para perawat dan dokter yang menangani saya banyak mengobrol sembari bercanda. Bahkan, saat disuruh duduk sambil peluk bantal untuk disuntik spinal block dan saya kedinginan plus tegang, bisa-bisanya dokter anestesinya nyeletuk, “Bu, Ibu polisi ya? Kaku amat. Nunduk lagi, Bu.” Pengennya sih ketawa, tapi rasa tegang mengalahkan saya hahaha.
Jam 07.58, operasi dimulai. Saya tahu karena perawatnya bilang itu tepat sebelum perut saya dibelek. Di sana selain dokter anestesi, saya ditangani oleh dokter subspesialis fetomaternal dan subspesialis uroginekologi. Sepanjang operasi, nggak henti-hentinya saya berzikir, semoga semuanya berjalan lancar. Nggak lama kemudian, saya merasa perut saya ditarik-tarik, dan… saya mendengar suara tangis. Meskipun sebentar, setidaknya saya tahu bahwa Adriel bisa bernafas sesaat setelah lahir. Alhamdulillah.
Nggak lama kemudian, dokter yang membedah saya ngintip dari balik screen yang memisahkan wajah saya dan bilang, “Bu, plasentanya nggak jadi lengket ya. SC biasa aja.”
ALHAMDULILLAH. ALHAMDULILLAH.
Gimana ceritanya plasentanya nggak lengket sementara 3 dokter bilang gitu? NGGAK TAHU. Rasanya waktu itu saya benar-benar merasakan kuasa Allah. Mungkin ini yang disebut, bahwa setelah kesulitan ada kemudahan. Kayaknya waktu itu benar-benar beban saya terangkat.
Jam 08.39, operasi berakhir. Saya nguping perawat ruang operasi yang bilang perdarahan saya cuma beberapa ratus ml dan nggak perlu transfusi. Alhamdulillah lagi. Saya pun dipindah ke ruang pemulihan dan nggak lama, saya ditengokin Abang yang nunjukin foto Adriel. Bayinya mungiiiil tapi sempurna. Semua feeling saya benar. Adriel lahir tanpa alat bantu nafas. Skor APGAR-nya bagus. Organ-organnya lengkap dan bekerja sempurna.
Satu keajaiban lainnya adalah, menurut perhitungan saya, Adriel lahir di usia 31 minggu. Namun, dokter neonatologi yang merawatnya bilang bahwa usia koreksinya 34 minggu. Artinya kematangan organ-organnya sematang bayi usia 34 minggu. Gimana bisa? Saya juga nggak tahu. Di sisi lain, saya merasa perhitungan HPHT saya benar karena tiap haid saya selalu catat tanggalnya. Wallahualam. Setelah menunggu sekitar 6 jam, kami dikabari bahwa Adriel ‘naik kelas’ ke ruang Seruni, semacam NICU untuk bayi-bayi yang lebih stabil. Memang ada beberapa kondisi yang bikin Adriel harus dirawat, namun bukan sesuatu yang mengkhawatirkan dan itu udah kami expect, jadi udah siapin mental juga untuk menghadapinya.
And… that’s it. Sebuah perjalanan panjang yang berat dan melelahkan, tapi pada akhirnya semua berakhir bahagia.
Untuk ibu-ibu di luar sana yang mengalami placenta previa maupun yang suspect accreta seperti saya, percayalah semua akan terlewati dengan baik. Selama kita rutin kontrol ke dokter dan mendapatkan penanganan profesional yang tepat, dan yang terpenting, percaya bahwa Allah akan memudahkan jalan, insya Allah semuanya akan baik-baik aja.
Featured image from here.

Terimakasih sudah berbagi pengalaman berharga kak 🥹 doakan saya ya, saat ini sedang hamil anak ke 2 dan suspect akreta jg. Tapi dengan membaca curhatan hati kakak, entah mengapa hati saya ikut tenang.
LikeLike
Semangat yaa Mbak, semoga selalu diberikan kemudahan, aamiin
LikeLike