Pengalaman Hamil dengan Placenta Previa, untuk Kedua Kalinya

Wow I can’t believe I wrote a blog post about this again.

Bagi yang ngikutin blog saya dari dulu (padahal mah followers-nya dikit 😝), mungkin masih ingat di tahun 2018 dulu saya sempat berbagi pengalaman saya yang mengalami placenta previa waktu hamil Aksa. Dan siapa sangka di kehamilan ketiga ini (anak kedua, insya Allah), saya kembali mengalami placenta previa lagi.

Sebelum masuk ke cerita pengalaman, mungkin saya mau jelasin dikit dulu kali ya. Bagi yang belum familiar, jadi placenta previa adalah kondisi di mana letak plasenta/ari-ari berada di bawah dinding rahim dan menutupi jalan lahir. Dalam kasus saya, saya mengalami placenta previa totalis (PPT), yang secara keseluruhan menutupi mulut rahim. Untuk gambaran lebih jelasnya dan tipe-tipe kelainan letak plasenta lainnya, saya udah pernah jelasin di blog post di atas yaa.

Saya juga mau disclaimer sebelumnya bahwa saya bukan tenaga medis, dan semua yang saya ceritakan di sini adalah hasil pengalaman pribadi. Jadi, ini tidak bisa jadi patokan, dan saya tidak bisa menjawab pertanyaan dari sisi medis. So please contact your healthcare provider yaa 🤗

Oke, berlanjut dari post sebelumnya, Alhamdulillah di minggu ke-18, saya dinyatakan “bersih” sama dokter. Maksud bersih di sini, karena perdarahan sebelumnya saat trimester 1 disebabkan oleh subchorionic bleeding di dalam rahim. Dan di minggu ke-18 itu, dokter bilang bahwa udah nggak ada sisa-sisa perdarahan lagi. Alhamdulillah. Nggak sia-sia bed rest 7 minggu di rumah plus dirawat sekali di RS.

Tapiiii, drama tidak berhenti sampai di situ. Pada kontrol itu pula dokter bilang bahwa letak plasenta saya masih di bawah dan menutup mulut rahim total, dan saya harus esktra hati-hati. Kenapa bahaya? Karena plasenta mengandung pembuluh darah dan oksigen yang berguna untuk perkembangan janin. Kalau kontraksi, akan ada risiko perdarahan karena letaknya di bawah. Kalau perdarahan, ada risiko bayi lahir prematur. Namun, karena dokter bilang masih ada kesempatan untuk “geser”, saya agak selow. Lagipula, waktu hamil Aksa, saya juga mengalami hal yang serupa, dan Alhamdulillah bisa melalui trimester 2 dengan aman.

Oh ya, di masa kehamilan saya ini juga saya harus mengambil sebuah keputusan besar, yaitu resign dari pekerjaan saya, setelah 3,5 tahun kerja di kantor sekarang ini. Sebenarnya sejak saya keluar dari RS untuk pertama kali itu, saya mulai memikirkan kemungkinan itu. Apalagi setelah ditambah kabar kalau saya mengalami PPT lagi. Rasa-rasanya akan sangat bijak kalau saya resign agar bisa benar-benar istirahat. Saya pun konsultasi dengan bos saya dan saya mempersiapkan segala macam handover sejak 1 bulan sebelumnya.

Saya juga memutuskan untuk cuti kuliah semester genap ini. Baru juga masuk 1 semester, udah cuti aja ya hahaha. Tapi mengingat pengalaman kemarin, ya kerja, kuliah, sambil hamil (dengan komplikasi), dan menjalani peran-peran lainnya, bikin saya hampir kehilangan kewarasan, hahaha. Untungnya setelah konsultasi pada dosen Pembimbing Akademik, saya diizinkan untuk ambil cuti. Jadi insya Allah, saya baru akan melanjutkan semester 2 di bulan September nanti.

Meskipun begitu, sebenarnya sesaat sebelum saya resign dan cuti kuliah itu adalah masa-masa saya merasa “sehat”. Sampai berpikir, apa kudu ya sampai begini segala? Karena saya mulai aktivitas kembali, ngajak Aksa jalan-jalan, main ke rumah saudara, berenang, bahkan, saya sempat dinas ke Bandung dan aman-aman aja. Makanya saya cukup pede, oh maybe this time will be different.

Yeah… different 😂

Ternyata “firasat” saya benar dan keputusan untuk resign/cuti itu tepat. Di kehamilan 24 minggu, saya tiba-tiba mengalami perdarahan lagi. Yup, it’s happening again. Saya pun kembali ke IGD untuk ditangani bidan. Setelah konsul dengan dokter, saya diminta untuk rawat inap sambil observasi dan cek lab ini itu. Ternyata memang rahim saya ada kontraksi yang menyebabkan perdarahan tersebut. Dan ternyata ketahuan juga kalau HB saya terjun bebas, dari 10.4 ke 9.6 (minimalnya 11.7). Memang sih saya agak bandel dan nggak rutin minum vitamin penambah darah, but I didn’t know it could be that low. Dengan kondisi saya yang perdarahan, tentu saja naikin HB jadi prioritas, salah satunya dengan infus zat besi.

Perasaan saya, jujur khawatir banget. Dulu pas hamil Aksa, saya mulai kontraksi palsu dan perdarahan seperti ini di usia sekitar 33 minggu. This was too early. Saya takut banget kalau Adek harus lahir prematur. Di RS, saya dikasih obat melalui infus, dan juga infus zat besi untuk menambah darah.

Oh ya faktor risiko saya memang cukup tinggi untuk mengalami PPT kembali karena sebelumnya pernah hamil dengan kondisi PPT. Juga, saya melahirkan Aksa melalui SC dan pernah melalui tindakan kuretase. Itu semua jadi salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan saya mengalami PPT kembali.

Dua hari dirawat, saya diperbolehkan pulang untuk lanjut bed rest di rumah. Sekarang sih, saya berpikir, apapun akan saya jalani agar kehamilan ini bisa sampai cukup bulan, at least sampai Adek benar-benar siap untuk dilahirkan. Tapi lagi-lagi, baru juga dua hari di rumah, saya mengalami perdarahan segar kembali. Mana itu kejadiannya malam, sekitar jam 19.30. Abang kemudian telepon ke bagian kebidanan di RS tempat saya dirawat sebelumnya, dan bidannya bilang saya harus dibawa malam itu juga ke RS. Masalahnya, kalau flek coklat doang sih nggak apa-apa observasi di rumah, tapi kalau darah segar, saya harus segera ke RS. Akhirnya kami harus koordinasi dengan keluarga agar Aksa bisa diungsiin ke rumah Enin, sementara saya dan Abang kembali berangkat ke RS untuk siap-siap rawat inap.

Selanjutnya saya dirawat kembali selama 6 hari di RS, Alhamdulillah ada perbaikan dan perdarahannya pun berhenti. Saya pun diperbolehkan untuk pulang dan rawat jalan di rumah. Namun saya tetap nggak diperbolehkan turun dari tempat tidur. Mau duduk, tiduran, stretching, boleh, tapi semuanya harus di atas kasur.

Setelah kejadian dua kali dirawat itu, saya bolak balik rawat inap di RS sampai beberapa kali. Seminggu, dua minggu bersih, kemudian tiba-tiba perdarahan lagi meskipun saya udah rutin minum obat. Jujur yang paling bikin down itu adalah rasa cemasnya sih, karena perdarahannya bisa tiba-tiba aja terjadi kapan aja. Nggak jarang itu terjadi tengah malam pas saya lagi tidur. Dan tentu saja, hal terberat adalah harus ninggalin Aksa di rumah. Untungnya anaknya makin ke sini makin ngerti, kalau Mama berdarah artinya Mama harus nginep di rumah sakit.

Dokter yang menangani saya, dr. Elsina Pietersz, Sp.OG., sempat bilang bahwa dia curiga kalau plasenta saya mengalami pelengketan (placenta accreta). Lalu saya pun dirujuk ke dokter subspesialis fetomaternal untuk menegakkan diagnosis. Di saat lagi cukup “aman” (lagi nggak perdarahan maksudnya), saya pun konsul ke dr. Jonas Baringbing, Sp.OG., (K)FM. Beliau adalah dokter yang dulu nangani saya pas hamil kedua sampai akhirnya saya dikuret dengan beliau. Dari hasil diagnosisnya, beliau bilang ada kecurigaan plasenta saya agak lengket ke arah kandung kemih. Efeknya apa? Tentu saja perdarahan saat operasi ataupun cedera organ lain, jika plasentanya menembus dinding rahim. Namun beliau bilang, masih ada kemungkinan salah karena pastinya hanya bisa dilihat di meja operasi.

Perasaan saya tentu saja hati langsung hancur berkeping-keping. Sempat terlintas dalam pikiran, “Kenapa ya rasanya harus seberat ini?” Tapi kemudian saya mencoba untuk terus berpikir positif, meskipun rasanya tiap hari merasa gelisah.

Nggak lama kemudian setelah cek itu, saya pun kembali dirawat di RS. Setelah lihat hasil diagnosis, dokter Elsina menyarankan agar saya bisa dirujuk ke rumah sakit tipe A di Jakarta agar saya dan adek bayi bisa tertangani dengan baik. Setelah ngurus administrasi sana-sini, akhirnya saya pun diantar pakai ambulans dari Bogor ke RS Harapan Kita di Jakarta, yang punya fasilitas lengkap untuk menangani kasus seperti saya.

Berat? Iya, berat banget. Tiap hari rasanya ada momen-momen di mana saya lelah banget menghadapi kondisi ini. Namun, salah satu hal yang menguatkan adalah, saya percaya akan kalimat Allah, fainna ma’al usri yusra, inna ma’al usri yusra. Karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Allah mengulangnya 2x di dalam ayat-ayat suci-Nya, dan saya percaya, setelah ini akan ada kemudahan. Aamiin.

Sejujurnya tulisan ini saya buat untuk menguatkan diri sendiri, untuk mengingatkan sudah sejauh apa perjuangan ini. 😊 Tapi semoga juga bermanfaat bagi ibu-ibu di luar sana yang mengalami hal serupa. Insya Allah blog post ini akan saya update jika ada perkembangan selanjutnya yaa.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s