Ketika Aksara Lahir ke Dunia

Halo! Alhamdulillahirabbbil’alamin, saya mau berbagi cerita kalau akhirnya saya melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat.

Wow. Bahkan saya aja masih nggak percaya bahwa I have the capability to give birth to someone hahaha. Dari jaman masih single, salah satu hal yang saya takutkan kalau punya anak itu ya proses lahirannya. Bayangin rasa sakitnya aja aduhh udah bikin mules. Tapi Alhamdulillah, semuanya terlalui dengan baik.

Selamat datang ke dunia ini anakku sayang, Aksara Zayne Elfadia.

Cerita setiap kelahiran pasti berbeda-beda, begitupun dengan saya. Karena saya ada indikasi medis placenta previa totalis, maka dari awal saya sudah disiapkan kalau saya nggak bisa lahiran normal. Bukannya nggak bisa sih, tapi lebih tepatnya terlalu berisiko tinggi kalau dipaksakan lahiran normal karena bisa mengakibatkan perdarahan hebat.

Senin, 25 Juni 2018

Pagi hari, lagi-lagi saya terbangun dengan flek darah. Kali ini lebih parah dan lebih banyak dari sebelumnya. Tapi karena ini udah keempat kalinya saya mengalami hal serupa, saya udah mulai bisa manage diri untuk nggak stres. Berangkatlah kembali saya dan Abang ke rumah sakit.

Di rumah sakit, saya dikasih prosedur yang sama: cek detak jantung dan gerakan bayi selama 20 menit. Kali ini ternyata saya udah mengalami kontraksi palsu (Braxton hicks). Saya baru ingat kalau malam sebelumnya saya memang merasa kencang dan sakit sedikit di perut bawah selama beberapa kali, tapi nggak saya hiraukan karena saya tahu itu cuma kontraksi palsu. Yang saya lupakan adalah bahkan kontraksi palsu aja bisa memicu perdarahan kalau dalam kasus saya. Hari itu juga, akhirnya saya kembali dirawat.

Selasa, 26 Juni 2018

Kebetulan hari itu adalah jadwal check up saya ke dokter kandungan. Jadi saya udah deg-degan dari pagi apa keputusan dokter. Padahal due date saya masih cukup jauh, yaitu 23 Juli. Tapi udah bed rest total pun, perdarahan masih tetap ada. Saya pun mulai ada feeling kalau sebentar lagi saya harus lahiran.

Sore harinya dokter visit, dan malamnya saya cek USG. Ukuran, berat, dan detak jantung bayi semuanya bagus. Terus saat dicek plasentanya di bawah, kata dokter masih terjadi perdarahan dalam. Beberapa detik si dokter diam… Lalu berkata dengan kalemnya, “Kayaknya harus maju nih, Bu (operasinya)… Mungkin besok.”

Wakwaw. Saya langsung panik dan deg-degan setengah mati hahaha. Masalahnya saya udah siapin mental untuk lahiran minggu depannya, which is di 37 minggu. Kalau tiba-tiba dimajuin gini, panas dingin juga jadinya.

“…Ya atau paling telat hari Kamis siang.”

Okesip.

Malam itu juga saya dikasih suntik kematangan paru-paru lagi buat Aksara. Then it’s settled. Bahwa operasi akan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2018 jam 1 siang.

Rabu, 27 Juni 2018

A slow day. Saya cuma dipersiapkan untuk proses operasi keesokan harinya. Saya dicek rekam jantung, tanda tangan ini itu, dan ketemu dokter anestesi. Beberapa teman dan keluarga ada yang datang jenguk. Di hari ini juga saya dikasih tahu kalau ternyata jadwal operasi dimundurin jadi jam 4 karena dokter anaknya ada operasi lain di jam yang sama. Okesip. Baguslah saya jadi punya lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri haha.

Oh iya, di hari ini saya melewatkan kesempatan saya untuk milih di Pilkada karena keadaan yang nggak memungkinkan huhu.

Kamis, 28 Juni 2018

The big day comes.

Selama dirawat di rumah sakit, dalam sehari biasanya saya dicek detak jantung bayi beberapa kali. Nah, pada hari ini, pas dicek pagi ternyata detak jantung bayinya lebih tinggi dari rata-rata normal. Mungkin tahu kali ya ibunya deg-degan, jadi pengaruh juga ke bayi. Akhirnya saya dikasih tambahan oksigen biar aliran oksigen ke bayinya lebih lancar.

Fast forward ke sore hari, jam 4 kurang 10, saya sudah dipanggil masuk ke ruang operasi. Deg-degan parah sih soalnya ini pertama kalinya saya dioperasi. Untungnya sebelumnya saya masih sempet foto-foto dan didandanin sama ipar saya hahaha. Jadi lumayan buat distraction.

Di rumah sakit tempat saya bersalin ini ternyata ruang operasinya steril, jadi saya nggak bisa ditemenin suami. Jadilah kami dadah-dadahan di pintu masuk. Rasanya? Deg-degan! Pertama kali operasi dalam keadaan sadar, terus nggak ditemenin siapa-siapa pula.

Di dalam, setelah ganti baju dll, saya masih nunggu di ruang recovery. 5 menit, 10 menit… Kok nggak masuk-masuk juga? Terus saya jadi nguping dong pembicaraan para perawat di sana. Eh ternyata dokter anaknya masih di jalan dari operasi sebelumnya dari rumah sakit yang berbeda! Haha. Kayaknya baru sekitar jam setengah 5 lewat akhirnya saya dibawa masuk ke ruang operasi. Di sana ada 3 dokter: dokter anak, dokter kandungan, dan dokter anestesi, dan beberapa perawat.

Kata orang-orang, suntik spinal block di punggung itu sakit, tapi menurut saya yang udah dirawat dua kali dan berkali-kali ditusuk jarum, ya… Rasanya biasa aja ternyata. Caranya adalah saya disuruh duduk di atas meja operasi, membungkuk sambil meluk bantal, terus nyess. Udah gitu doang. Padahal saya udah siapin mental karena katanya bakalan sakit pake banget. Segini doang mah cincai lah. *takabur*

Setelah disuntik anestesi, rasanya badan bagian bawah sangat hangattt banget. Terus, saking saya takutnya si bius nggak bekerja, eh saya malah nanya, “Kok kaki saya masih digerakin, Sus?” Haha. Si susternya bete kali ya saya tanyain begitu, dia jawabnya, “Bisa digerakin? Diangkat bisa nggak? Gak bisa kan?”

Daan… Ternyata di dalam sangat dingin sampai bikin saya menggigil. Untungnya saya dikasih handuk untuk nutupin bagian atas tubuh dan kepala saya.

Oh iya, ternyata pas SC juga tangan saya nggak bisa ngapa-ngapain (lah emang mau ngapain haha) karena dua-duanya direntangin. Ada yang dipasang alat tensi, detak jantung, infus, dan segala macam rupa yang saya nggak tahu apa. Saking saya kepo, saya merhatiin si suster bolak-balik ganti cairan infus saya, ada kali 3 kali mah. Nggak tahu ya isinya apaan aja.

The moment of truth. Ternyata dokter agak kesulitan ngeluarin bayinya karena terhalang plasenta. Terus dia minta dokter dan perawat lainnya ngedorong dari atas, di mana itu sakiiittt banget sampai bikin saya sesak napas. Ada kali dada saya ditekan-tekan sebanyak 3 kali sampai akhirnya si bayi berhasil keluar.

Kata pertama yang si dokter katakan adalah, “Wah, gede nih Bu bayinya.”

Sambil setengah teler saya nanya, “Kok nggak nangis bayinya, Dok?”

Eh doi santai aja jawab, “Nanti juga nangis, kok.”

Benar aja, beberapa detik kemudian, tangis itupun pecah. Duh, rasanya saat itu nggak bisa dijelasin pakai kata-kata. It was the most beautiful moment of my life. Aksara akhirnya lahir jam 17.12 pada 28 Juni 2018. Setelah dibersihkan dan dicek sama dokter anak, saya pun sempat IMD (Inisiasi Menyusu Dini) sebelum akhirnya Aksara dibawa untuk observasi.

Anehnya, entah kenapa saya nggak bisa menangis. Terharu iya, tapi nggak sampai nangis. Mungkin karena saya merasa sendirian, ngerasa capek juga. Padahal nggak ngapa-ngapain (selain perutnya abis dibuka dan dijahit lagi), tapi rasanya ngos-ngosan kayak habis lari marathon.

Para suster dan bidan yang sudah merawat saya selama 8 hari di rumah sakit

Setelah bayinya keluar, suasana di ruang operasi jadi lebih cair. Si dokter dan para perawat sambil ngejahit perut saya ngomongin Pilkada dong hahaha. Pengen ketawa rasanya tapi saya itu saya capekkk dan haus banget.

Setelah selesai dan kembali ke recovery room, ternyata saya kehilangan cukup banyak darah. HB saya turun dari 11 ke 8 sampai butuh transfusi darah 2 kantong. Dan ternyata pemirsa, abis operasi caesar itu bikin badan gerah banget. Nggak tahu kenapa. Saya minta minum ke si suster, tapi katanya nanti dikasih. Dateng-dateng eh, dikasih teh manis. Padahal saya pengen air mineral. Ternyata saya agak lama dikasih minumnya karena takut saya mual dan muntah, yang untungnya nggak terjadi. Setelah itu, saya minum habis dua botol hahaha.

Di ruang ini saya udah boleh ditengokin. Pertama sama ibu saya, lalu sama Abang. Eh, ketemu Abang tetep aja tuh nggak nangis. Mungkin karena efek anestesinya mulai hilang, jadi fokus saya malah ke luka bekas operasi. Dua jam berlalu, setelah efek anestesinya hilang dan kaki saya bisa digerakkan (dan luka bekas operasinya mulai terasa nyut-nyutan), saya pun kembali ke kamar.

Nah, pas ditanya saya mau makan apa, saya langsung jawab… Indomie! Ya Allah, puasa Indomie selama 8 bulan (karena lahirannya 4 minggu lebih cepat), pas pertama kali makan lagi rasanya mau nangis saking enaknya hahaha.

Di sela-sela itu, saya nanya ke Abang gimana kabar Aksara. Biar bagaimanapun Aksara masih tergolong bayi prematur karena lahir di usia 36 minggu. Saya berharap banget Aksara nggak perlu dirawat di NICU.

Jam setengah 12 malam, kami dapat telepon dari ruang bayi kalau Aksara sudah bisa room in dengan saya. Ya Allah rasanya senang bangettt. Saya ditawarin mau langsung dibawa naik bayinya atau tunggu pagi biar saya istirahat dulu. Saya bilang bawa naik aja langsung.

And… Finally. Kayaknya semua rasa sakit hilang pas lihat Aksara ada di samping saya. Padahal baru beberapa jam pasca operasi, tapi rasanya saya nggak keberatan harus begadang dan mendengar tangisannya tiap beberapa jam sekali.

It’s been quite a journey for us. But we will make more wonderful journeys ahead of us, Sayang 🙂

5 thoughts on “Ketika Aksara Lahir ke Dunia

  1. Selamat yaa mba 🙂 semoga aksara tumbuh jd anak yg baik, soleh, dan selalu membawa kebermanfaatan bwt org org. Ikutan seneng baca ceritanya.

    Like

  2. Aku baca2 ini , yg post nya udh lama bngt , 2 tahun baru baca , karna saya dg kondisi PPT juga. Saat ini usia kandungan menginjak 30 weeks. Masih berharap ada mukjizat Allah plasenta naik ke atas, tp klo pun tidak saya sudah mempersiapkan mental jk harus caesar.
    Makasih atas pengalamam yg sudah dibagikan ya mba.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s