Sebenarnya saya udah nyiapin dari bulan lalu dengan judul “Setelah 9 Bulan”, terus nggak ke-upload, tau-tau udah 10 bulan aja hahaha. Maklumlah, procrastinator is my middle name, so here we go…
Setelah 10 bulan… saya rasa ini adalah 10 bulan terbaik dalam hidup saya.
Waktu itu, saat saya bilang ke keluarga mau nikah, orangtua saya sangat mendukung. Cuma waktu bilang ke keluarga besar, pernah ada yang mempertanyakan, “katanya mau sekolah dulu?” Well, ya kita memang nggak pernah tahu ya kapan jodoh datang. Dan ternyata antara sekolah dan jodoh, malah jodoh duluan yang menghampiri, hehe. Apalagi sekarang saya masih terikat kontrak dengan kantor, yang juga masih belum memungkinkan saya untuk lanjut sekolah.
Tapi bukan berarti saya melupakan mimpi dan cita-cita saya. Saya rasa, menikah bukan menjadi penghambat untuk beraktivitas atau berkecimpung di ruang publik. Justru dengan menikah, saya rasa saya malah semakin produktif. Apalagi kalau inget pulang ke rumah ada suami, makin semangat aja kan tuh kerja hehe.
Setelah 10 bulan ini, ternyata kami masih berdua.
Kalau lihat socmed teman-teman saya yang nikah hampir berbarengan dengan saya dan kemudian mereka sekarang sudah ngemong anak, kami ya masih segini-segini aja. Kadang suka ada aja yang jahil nanyain udah isi apa belum, dan kadang suka aja bikin kepikiran, but I won’t let them let me down. Karena yang namanya urusan rumah tangga begitu, harus benar-benar diputuskan antara saya dan Abang berdua. Kalau kami ingin punya anak, ya karena kami siap. Bukan karena tekanan dari orang-orang sekitar yang expect kami untuk segera punya anak. Jadi untuk orang-orang di luar sana, plis, jangan suka jahil nanyain kapan orang lulus, nikah, punya anak, punya anak kedua, punya cucu, dst… *curcol*
Meskipun udah 10 bulan, rasanya masih kayak kemarin.
Mungkin cuma orang-orang terdekat yang tahu, tapi saya sama Abang kenal hampir dari 13 tahun yang lalu, saat saya masih bau kencur haha. Rasanya kalau diinget-inget sekarang, suka mikir, gimana ya rasanya dulu kalau saya tahu bahwa jodoh saya selama ini Abang? Yang kami sudah terpisah kota, provinsi, sampai negara, selama bertahun-tahun, taunya ujung-ujungnya balik lagi ke situ?
Dan dalam 10 bulan ini, saya belajar bagaimana menjalani hubungan yang equal antara suami istri.
Menurut saya, a feminist marriage bukan hanya sharing house chores aja (saya masak, dia cuci, dst), tapi memiliki peran setara dalam segala hal, kayak misalnya mengambil keputusan-keputusan penting bersama, saling terbuka, saling mau menghargai pendapat, atau salah satu mengalah agar yang satunya bisa lebih produktif. Seperti sekarang kami pindah ke Jakarta dari Bogor, suka ada aja yang berasumsi kalau saya ikut suami. Padahal sebenernya kebalik, suami saya pindah ke Jakarta karena ngikut saya hehe. Jadi menurut saya setelah 10 bulan ini, marriage is about consensus and supporting each other; one of us gives up something in order to let both of us win.