Jadi ceritanya di akhir tahun 2016 kemarin saya ambil cuti… hanya 3 hari. Karena jatah cuti saya sebenernya belum banyak, tapi udah kepingin liburan haha. Jadinya saya geret suamik buat ambil cuti juga. Awalnya no clue banget kami mau ke mana karena yang namanya libur natal pasti di mana-mana penuuh banget. Akhirnya prioritas utama kami adalah: cari tempat yang nggak bakal ramai saat liburan, dan kemudian terlintaslah kota Cirebon.
Setelah booking tiket kereta dan hotel, sebenernya kami masih nggak ada ide mau ke mana mau ngapain di sana, pokoknya cabut dulu aja. Untungnya kami milih hotel yang lumayan oke, yaitu The Luxton. Pokoknya kalau mati gaya ya udah kita stay aja di hotel, makan, berenang, baca buku pinggir kolam renang, happy deh haha. Eh tapi ternyata agenda kami cukup padat juga, sampai empat hari kami stay di sana, cuma dapet satu hari buat bener-bener bisa leyeh-leyeh di hotel. Dan di bawah ini adalah tempat-tempat yang kami kunjungi selama di sana:
Marina Seafood
Kami ke sini pas sekali waktu Christmas Eve dan ternyata banyak keluarga yang lagi Christmas dinner. Sebenernya nggak nyangka banget kalau suasana Marina Seafood ini akan ‘semeriah’ ini dengan warna-warna green and red, pohon, dan lampu kelap-kelip. We felt warm inside. Saya langsung jadi mellow dan teringat akan suasana Lebaran, rasanya jadi rindu kumpul-kumpul keluarga 🙂
Keraton Kasepuhan
Keraton ini letaknya tepat di tengah kota dan merupakan salah satu keraton Islam di Cirebon. Saya sebenernya kurang paham sama sejarahnya karena saat ke sana kami nggak pakai tour guide. Dan (sayangnya) seperti problem objek wisata lainnya, menurut saya tempatnya.. agak kurang terawat. Di sisi kanan dan kiri bagian keraton juga ada dua bangunan museum yang menarik yang berisikan benda-benda pusaka dan usianya ratusan tahun, tapi lagi-lagi sayang tempatnya minim penerangan, jadi saya tidak berlama-lama di sana.
Goa Sunyaragi
Well, sebenarnya ini bukan goa beneran karena manmade, tapi karena bangunannya terbuat dari batu, jadi dari jauh terlihat menyerupai goa. Tempat ini terdiri dari dua bangunan besar yang di tengahnya ada kolam besar yang memisahkan kedua bangunan. Saya dan Abang bisa berkeliling keluar masuk bangunan goa itu yang menyerupai labirin mini, dan cukup menarik karena surprising aja where the path finally leads us 🙂
Pantai Kejawanan
Satu-satunya objek wisata pantai di Cirebon yang ternyata nggak punya bibir pantai haha! Tempat ini mirip sama Pantai Losari yang air lautnya langsung menyentuh daratan tanpa pasir pantai. Dan lucunya, pantai ini sangaaaat dangkal, just like a big, infinity pool. Bahkan sampai ke tengah laut pun air lautnya hanya sampai paha orang dewasa. Dan salah satu hal menarik dari pantai ini adalah hamparan batu-batu yang membelah air laut. Oh iya, pantai ini juga dekat dengan pelabuhan, jadi nggak heran banyak kapal-kapal nelayan bersandar di dermaga.
Rumah makan ter-hits saat ini di Cirebon! Letaknya agak jauh dari tengah kota, ke arah perbukitan, dan saya dan Abang ke sana menggunakan taksi. Begitu sampai di sana, saya langsung teringat akan suasana Puncak. Restoran ini sangat luas, terdiri dari 4 lantai dengan pemandangan kota Cirebon yang luar biasa. Restoran ini menyajikan masakan khas Sunda, dan karena berada di Kota Udang, saya dan Abang selalu pesan udang setiap kali kami makan di restoran, juga tentunya teh poci yang langsung disajikan dari poci tanah liat asli 🙂
What I Read during the Trip
Emang ya, Dilla & Abang memang nggak jauh-jauh dari buku haha. Sebelum berangkat ke Cirebon, pas banget sebenernya saya lagi baca buku Indonesia, Etc.-nya Elizabeth Pisani. Sebenernya saya sukaa banget sama buku ini, tapi nggak tahu kenapa lama banget nyeleseinnya. Buku ini bercerita tentang perjalanan 13 bulannya Pisani keliling Indonesia. Dan banyak sekali insights mengenai Indonesia yang baru saya dapatkan ketika membaca buku ini.
Dalam beberapa kultur dan kisah, saya agak kurang bisa meresapi karena sejujurnya saya belum pernah ke sana dan belum pernah mengenali budaya tempat tersebut (misalnya Maluku, Maluku Utara, Pulau Lembata NTT, dll). Tapi di beberapa kisah saya sangat bisa relate, seperti ketika Pisani mengunjungi kamp pengungsi Ahmadiyah di Mataram, Lombok, dan seperti apa kondisi mereka saat itu; sangat sangat bisa relate karena pernah melihatnya dengan mata kepala saya sendiri.
Dan saya berhasil menyelesaikan buku ini tepat sebelum turun kereta dari Jakarta-Cirebon. Fyuh. Bukan sebuah bacaan yang ringan, tapi menurut saya buku ini seperti sheds a new light for me. Bahwa negara Indonesia sangat beragam, sangat luas, sangat penuh tantangan, dan “The threads that bind this nation will not be easily dissolved.” And that’s optimism!
The second book I read was, An Author’s Odyssey, buku kelima series-nya The Land of Stories karyanya Chris Colfer. Saya udah ngikutin series ini semenjak kuliah dan sukaaaa sekali, terutama karena konfliknya yang bener-bener kerasa, dan karena gaya penulisan Colfer mengalir banget, bikin jadi betah bacanya. Dan terutama sih saya salut aja sama imajinasinya Colfer yang bisa bikin spin off fairy tales menjadi semenarik ini. Tertarik membaca juga? 🙂