Mencatatkan pernikahan adalah syarat wajib setiap pasangan agar dianggap sebagai pasangan yang sah di mata negara. Dan buku nikah adalah syarat utama untuk mendapatkan dokumen resmi lainnya dari negara. Dokumen Kartu Keluarga, akta lahir anak, sampai ijazah dan KTP anak kelak tergantung dari keberadaan buku nikah ini. Nah, mengurus pernikahan ke KUA mudah kok (bagi Muslim), asal mempersiapkan seluruh dokumennya dan memerhatikan langkah-langkahnya. Berikut ini adalah langkah dan tips yang bisa saya berikan bagi pasangan yang sedang merencanakan pernikahannya 🙂
Di RT dan Kelurahan
Kalau kita dan pasangan berbeda domisili, misalnya beda kota atau dalam satu kota tapi beda kecamatan, pihak laki-laki harus meminta surat numpang nikah (di tempat perempuan) pada KUA domisilinya. Langkah-langkahnya adalah:
- Minta surat rekomendasi dari ketua RT setempat untuk dibawa ke kelurahan.
- Bawa surat tersebut ke kelurahan lengkap dengan KTP, akta lahir, dan kartu keluarga. Di kelurahan, pihak laki-laki akan diberikan formulir N1, N2, dan N4.
- Formulir tersebut dibawa ke KUA domisili pihak laki-laki untuk minta surat numpang nikah dan surat pernyataan belum pernah menikah. Jangan lupa juga bawa KTP, KK, dan akta ya.
Untuk perempuan, langkah-langkah dan dokumen yang dibutuhkan pun hampir sama dengan laki-laki. Setelah meminta rekomendasi dari RT, bawa surat tersebut ke kelurahan setempat untuk mendapatkan formulir N1, N2, dan N4, dan surat pernyataan belum pernah menikah.
Di KUA
Setelah semua urusan di atas selesai, semua dokumen yang saya sebutkan di atas, termasuk dokumen surat numpang nikah dari laki-laki dibawa ke KUA tempat domisili pihak perempuan untuk didaftarkan. Pada langkah ini, jangan lupa bawa pas foto ukuran 2×3 3 buah, 3×4 3 buah, dan 4×6 1 buah, juga KTP, KK, akta lahir, dan ijazah terakhir.
Berdasarkan pengalaman, saya dan Abang sempat kebingungan untuk ketentuan background pas foto. Setelah saya tanya-tanya, ternyata background pas foto disesuaikan dengan tahun lahir kita: biru untuk tahun kelahiran genap, merah untuk tahun kelahiran ganjil. Kalau bingung, cek KTP saja, nah sesuaikan background-nya dengan foto di KTP.
Setelah sampai di KUA, kita juga akan diminta untuk mengisi beberapa persyaratan, seperti surat keterangan wali nikah, formulir N3, N7, dan berkas berita acara nikah. Kita tidak akan diminta mengisi formulir N5 dan N6 selama tidak dibutuhkan, karena formulir N5 adalah surat persetujuan orangtua (untuk di bawah 21 tahun) dan N6 adalah surat keterangan kematian bagi mereka yang mau menikah lagi.
Nah, di sini kita juga akan diberikan rujukan untuk imunisasi TT (tetanus toksoid) di puskesmas di kecamatan domisili perempuan. Tujuannya adalah biar calon pengantin perempuan nggak rentan terkena infeksi, terutama saat melahirkan. Khusus untuk wilayah Bogor, calon pengantin juga wajib mengikuti konseling HIV pranikah, waktunya sama dengan imunisasi di puskesmas yang sama pula. Oh iya, jangan lupa tanya ke puskesmas terkait jadwal imunisasinya, karena ada beberapa puskesmas yang hanya melayani di hari tertentu.
Proses Pembayaran
Setelah semuanya selesai, saatnya membayar biaya nikah jika akan menikah di luar jam kerja. Sementara bagi yang menikah di KUA pada saat jam kerja tidak dikenakan biaya alias GRATIS. Sebelum membayar, saya sempat membaca beberapa komentar di internet para calon pengantin yang sedikit ‘kecele’ karena kurangnya informasi. Dicatat ya, biaya pernikahan di luar jam kerja KUA adalah 600 ribu rupiah, hanya bisa dibayarkan melalui setoran tunai ke teller 4 bank ini: BNI, Mandiri, BTN, dan BRI. Tidak bisa melalui bank transfer, tidak lebih dari biaya 600 ribu, dan tidak dibayarkan di KUA-nya, melainkan langsung disetorkan ke rekening Bimas Kemenag. Jika berbeda, sebaiknya diklarifikasi kebenarannya.
Kalau kita sudah melewati semua proses di atas, hasil imunisasi dan bukti pembayaran (asli dan fotokopi) juga diberikan pada pihak KUA. Kita akan mendapatkan tanda bukti pendaftaran sekaligus jadwal untuk suscatin (kursus calon pengantin) yang biasanya akan dilaksanakan beberapa hari sebelum hari-H. Jangan lupa tanya nama penghulu, alamat, dan nomor handphone-nya. Tawarkan apakah dia mau dijemput saat akad karena kehadirannya sangat penting!
Kira-kira begitu yang bisa saya bagi, berdasarkan pengalaman saya pribadi mengurus pencatatan pernikahan ke KUA. Sementara untuk pencatatan ke Disdukcapil saya kurang paham, ada yang mau share pengalaman?
Featured image from here.