“You can’t end corruption in present day Indonesia when people can commit mass murder and torture with impunity.” – Joshua Oppenheimer from here
Bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, 10 November 2014 kemarin, film Senyap atau The Look of Silence tayang perdana di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Film Senyap sesungguhnya adalah kelanjutan dari film Oppenheimer sebelumnya, The Act of Killing atau Jagal, yang masuk nominasi Oscar tahun 2013 dan menceritakan peristiwa genosida di Indonesia tahun 1965-1966 dari sisi sang pelaku pembantaian.
PS: I haven’t watched The Act of Killing, just read the reviews.
Sedikit kisah, genosida di tahun 1965-1966 merupakan kelanjutan dari peristiwa penculikan enam jendral Angkatan Darat di tanggal 30 September. Pihak militer kemudian menuduh PKI sebagai “dalang” di balik peristiwa tersebut. Kemudian dalam kurun waktu satu tahun, satu juta orang terbunuh dalam aksi “pembersihan” orang-orang yang dituduh sebagai orang PKI atau yang menganut paham komunisme.
Film Senyap melihat peristiwa “pembersihan” tersebut dari sisi keluarga korban di mana Adi, adik dari Ramli yang terbunuh, berusaha memecahkan kesenyapan yang menyelimuti keluarganya setelah sekian lama akibat ketakutan dan teror. Mereka tidak berani mencari tahu siapa pembunuh kakaknya atau mengapa kakaknya dibunuh karena mereka ‘disenyapkan’. Kini saatnya Adi mencari kebenaran dan jawaban dari pihak yang paling dekat dengan peristiwa tersebut: para pelaku yang, ironisnya, masih berkuasa di negeri ini.
Film Senyap menceritakan sejarah secara jujur, meluruskan pemikiran kita atas peristiwa sejarah yang sudah begitu lama ditutupi dan direkayasa. Saya mengamini pernyataan Oppenheimer yang menyatakan bahwa dia tidak sedang membela ideologi tertentu, tetapi dia ingin memberikan pengetahuan pada masyarakat luas bahwa telah terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa masa lampau di Indonesia. Dan kasus tersebut belum juga tuntas hingga saat ini. Ini bukan masalah siapa membela siapa, tetapi keadilan harus ditegakkan. Dan kebenaran harus diceritakan.
“Yang lalu biarlah berlalu. Yang sudah biarlah sudah.” Banyak sekali frasa-frasa itu disebutkan selama film ditayangkan. Akan tetapi, luka yang begitu mendalam tentu tidak bisa terhapuskan hanya dengan dua kalimat tersebut. Anonim, co-director film Senyap, mengemukakan bahwa dia tidak akan menyatakan siapa dirinya ke muka publik sebelum HAM benar-benar dapat ditegakkan di Indonesia.
Bagi teman-teman yang tidak sempat datang ke TIM kemarin dan ketinggalan pemutaran film Senyap dan ingin menontonnya, bisa langsung kontak panitia di www.filmsenyap.com untuk mendapatkan DVD-nya.
Featured image from here.