Graduation Road Trip #6 – Visiting Africa van Java

Sehabis berhasil melalui panasnya Semarang, dinginnya Bromo, dan dinginnya Malang dan Batu, kami melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi, the easternmost city in Java. Kami menuju Banyuwangi naik kereta dari Stasiun Malang Kotabaru, dan perjalanannya sendiri memakan waktu kurang-lebih 8-9 jam. Dari Malang kami berangkat jam 2 siang dan sampai Banyuwangi jam setengah 11 malam.

Anyway, ini bakal jadi post terakhir di seri Graduation Road Trip. Untuk cerita #1-#5 bisa dicek di dalam kategori ini. Enjoy!

banyuwangi baru
Langit Biru di Banyuwangi Baru

FYI, di Banyuwangi ini kami sama sekali nggak punya clue mau menginap di mana. Sempat kami beberapa kali browsing, tapi belum nyantol penginapan yang pas di hati. Sesampainya di Banyuwangi, untung aja walau udah malam, suasananya masih tetap ramai karena memang daerah transit para turis dan backpackers. Dari Stasiun Banyuwangi Baru, tinggal jalan sedikit keluar stasiun, lalu belok kanan, jalan sedikit, dan menyebrang jalan, sudah Pelabuhan Ketapang. Yang artinya apa? BALI! Nyebrang naik ferry setengah jam dari Ketapang akan membawa para pelancong ke Pelabuhan Gilimanuk (tapi kami nggak berniat ke Bali, sih).

Kembali lagi ke cerita yang belum dapat penginapan, kami jalan menyusuri sepanjang jalan raya depan stasiun sampai pelabuhan. Di seberang pelabuhan ada sebuah masjid besar yang kelihatannya sering jadi tempat singgah karena banyak backpackers yang istirahat di situ. Saya sudah mencoba berpikir kemungkinan terburuk, “Yah, pahit-pahitnya tidur di masjid lah…” saat kemudian Tuhan memberikan secercah harapan.

Di samping Indomaret seberang Pelabuhan Ketapang ada plang bertuliskan Puri Made Homestay 100 meter. Setelah jalan sedikit, akhirnya kami menemukan Puri Made tersebut. First impression: rumah yang asri dengan taman dan kolam ikan yang super terawat. Kami datang mengetok pagar tengah malam dan bapaknya, Pak Made, dengan sangat baik menyambut kami. Setelah lihat kamar dan fasilitas dan harganya, tanpa pikir panjang kami langsung deal pesan 2 kamar untuk 2 malam. Puri Made ini juga selain super bersih, baik penataan interior maupun eksteriornya sangat artistik. Saya bisa melihat banyak lukisan atau benda-benda seni dan tanaman hias di sekitaran homestay ini.

Untuk para backpackers yang mau transit ke Bali atau mau ke Baluran atau Ijen dan menginap di Banyuwangi dengan harga murah meriah, fasilitas bersih dan terawat, Puri Made ini sangat direkomendasikan.

Lucunya, karena sampai tengah malam, kami semua kelaparan dan setelah check in langsung cari makan keluar. Saat keluar pagar, seorang tamu bule yang menginap di lantai dua meneriaki kami dan bilang, “Have fun, girls!” Kami berlima langsung ngakak karena dia kira kami keluar buat party kali ya, yang nyatanya adalah makan emperan di warung pecel lele.

Setelah cari makan tengah malam, akhirnya kami bergegas tidur karena keesokan harinya harus berangkat menuju Taman Nasional Baluran. Nama resminya memang Taman Nasional Baluran, tapi juga dikenal dengan Africa van Java. Kenapa? Karena Baluran merupakan padang savana terluas di pulau Jawa dengan banyak satwa-satwa liar berkeliaran. Belum berkesempatan ke Afrika? Datang aja dulu ke Situbondo!

Kami berangkat sekitar pukul setengah 7 menuju Situbondo. Banyuwangi-Situbondo kurang lebih bisa ditempuh perjalanan 1 jam naik mobil. Nah kami rencananya mau naik angkot sampai terminal, nyambung bus menuju Situbondo, baru di dalam Baluran nyewa mobil. Tapi Alhamdulillah-nya, lagi-lagi kami diberikan kemudahan karena supir angkot yang kami tumpangi menawarkan untuk mengantar kami sampai dalam Baluran, menunggu kami sightseeing, sampai akhirnya kami diantar pulang lagi sampai jalan raya dekat penginapan. Tarifnya? Berlima kami menghabiskan uang 400 ribu, which means masing-masing orang bayar 80 ribu dan itu worth it banget karena kami nggak perlu naik turun nyambung kendaraan umum dan menyewa kendaraan lagi.

Sekitar pukul delapan pagi, kami sudah sampai di Baluran.

taman nasional baluran africa van java

taman nasional baluran africa van java

taman nasional baluran africa van java
Bekol Savana

Dari pintu gerbang menuju savanna, kurang lebih harus naik kendaraan lagi juga selama 40 menit sampai 1 jam. Sebenarnya nggak begitu jauh jaraknya, tapi karena jalannya cukup rusak dan berbatu, jadi perjalanannya agak lama.

Tapi entahlah, ketika saya datang ke sana hewannya lagi sedikit sekali. Hanya ada beberapa rusa, kerbau, dan segelintir monyet (who happened to chase after me when I had breakfast in the middle of the savanna). Intinya, hati-hati saja dengan monyet yang berkeliaran karena kadang suka ada yang iseng ngejar atau ngambil barang. Pokoknya jaga barang-barang sebaik mungkin. Tips dari penduduk adalah, ambil tongkat atau batu, pura-pura berada dalam pose mau ngelempar, nanti juga mereka bakal kabur sendiri. Asal jangan beneran dilempar ya, kasihan 🙂

Habis foto-foto di savanna, kami melanjutkan perjalanan menuju pantai Bama, nggak jauh dari Bekol. Jalan menuju sini juga cukup rusak, dan monyetnya semakin banyak dan panas mataharinya semakin terik.

taman nasional baluran africa van java

Di depan pantai Bama juga disediakan penginapan untuk para pengunjung yang memang mau menginap di Baluran. Kalau menginap di sini bisa menikmati sunrise, sementara karena kami menginap di Banyuwangi, dan mengejar sunrise di sini seems impossible mengingat sulitnya akses kendaraan.

Nggak sampai jam makan siang, kami sudah kembali lagi naik angkot. Nama supirnya adalah Pak Sutrisno dan kami pun kembali ke Banyuwangi. Kami sempat makan siang di sebuah pantai yang terletak di antara jalan Banyuwangi-Situbondo, namanya Pantai Watudodol. Pantai ini sebenarnya nggak bagus-bagus amat, terletak di pinggir jalan, tapi sepanjang garis pantainya banyak rumah makan yang bikin kami kelaparan dan akhirnya singgah untuk makan siang. Lagi-lagi Pak Sutrisno mau menunggu kami makan.

Dari pantai Watudodol, terlihat jelas pulau Bali di seberang. Sebenarnya kami agak tempted buat nyebrang ke sana karena kami pun sudah nggak ada agenda sesiangan itu. Tapi berhubung dari Gilimanuk sendiri ke pantai Kuta 4 jam naik bus dan bolak-balik 8 jam perjalanan, kami memutuskan untuk menahan keinginan dan charge energi karena esokan harinya kami harus berangkat pagi-pagi.

pantai watudodol

Lucunya, pantai Watudodol ini terbagi atas 2 zona waktu. Di meja pinggir pantai tempat saya makan waktu menunjukkan WIB, sementara pas saya geser sedikit ke arah laut, waktu di HP langsung berubah menjadi WITA alias +8GMT!

Selesai makan siang, kami pulang kembali ke homestay dengan selamat sentosa. Habis istirahat dan tidur siang, malamnya kami keluar cari makanan khas setempat. Kami menemukan tempat makan dekat homestay yang saya lupa namanya. Tapi rumah makan ini menyediakan masakan khas Banyuwangi yang belum pernah kami coba sama sekali, yaitu Rujak Soto dan Sego Tempong. Apakah itu?

rujak soto sego tempong banyuwangi

Rujak Soto sesungguhnya adalah rujak yang diguyur soto. As simple and as literal as that. Jadi bayangin saja sayur-sayuran segar yang ada di rujak tiba-tiba diguyur kuah soto yang hangat plus daging. Tapi bukannya aneh, rasanya menurut saya enak dan unik. You need to try yourself! Selain Rujak Soto, makanan khas Banyuwangi juga ada yang namanya Sego Tempong, yaitu daging ayam yang diberi lalapan. Saya sebenarnya agak lupa rupanya seperti apa karena lupa foto makanan tersebut.

Anyway, salah satu makanan yang enak di Banyuwangi juga adalah sambalnya. Saking penasarannya, kami nanya sama ibu-ibu penjualnya resep sambal khas Banyuwangi. Ibunya bahkan nunjukin salah satu bumbu rahasianya. Satu hal lain yang saya pelajari adalah, orang-orang Banyuwangi ini ramah dan friendly banget. Waktu saya lagi makan dengan teman-teman saya, ibu-ibu paruh baya yang punya warung ini ikutan nimbrung ngobrol sama kami dan sudah nyambung saja ngobrolnya layaknya saudara. Belum lagi ingat kebaikan Pak Made dan Pak Sutrisno. I felt warm inside.

Puas dan kenyang makan, kami kembali ke homestay, nongkrong di lantai atas nyari wi-fi, dan tidur karena keesokan harinya kami mengejar kereta ke Jogja jam setengah 7 pagi. Paginya, sekitar seratus meter dari stasiun, dengan sangat kebetulan kami bertemu lagi dengan Pak Sutrisno dan angkotnya yang baru mau mulai narik. Beliau masih ingat sama kami dan menawarkan untuk mengantar kami sampai stasiun GRATIS.

Salah satu hal menyenangkan yang saya temui ketika traveling adalah bertemu orang-orang baru dengan kisahnya masing-masing. Because everyone is unique, bertemu dan bertukar cerita dengan mereka rasanya selalu menyenangkan.

Dan dengan begitu, berakhirlah perjalanan kami di Banyuwangi! Perjalanan ini juga menandakan berakhirnya perjalanan kami. Sebenarnya sebelum pulang ke Jakarta kami masih transit satu malam di Jogjakarta, tapi karena nothing significant happened, saya sudahi saja sampai di sini *cailah bahasanya*. Semoga tulisan-tulisan tentang perjalanan saya ini bermanfaat bagi siapapun yang lagi mau road trip keliling Jawa 🙂

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s