Setelah city tour dan bermalam di Semarang, kami (saya, Gevin, Icha, Riri, dan Fitria) melanjutkan perjalanan menuju Gunung Bromo untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-69! Setelah mengitari Semarang yang panasnya luar biasa, kami kemudian ke Bromo dan mengalami perubahan suhu yang sangat drastis. Badan pun langsung siyok di tempat dengan terpaan angin dan udara yang luar biasa bikin menggigil.
Singkat cerita, rute menuju Bromo itu memang harus transit sana-sini. Untungnya Mbak Yuni, pemilik homestay yang akan saya datangi nanti di Bromo, sangat amat luar biasa baik mau ngasih rute jalan dari Semarang. Kami yang mulanya bingung mau naik apa dari Semarang ke Malang karena tiket kereta sudah fully booked, akhirnya menemukan secercah harapan setelah Mbak Yuni bilang kalau kami bisa transit di Surabaya.
Akhirnya berangkatlah kami dari terminal (lupa namanya) di Semarang menuju Terminal Purabaya/Bungurasih Surabaya naik bis patas AC. Bus patas ini setiap jam ada dan nggak perlu booking. Tinggal naik, terus bayar di dalam ala-ala bus kota. Karena kami mengejar waktu sampai di Surabaya pagi, maka kami naik bus malam dan tiba sebelum subuh. Perjalanan Semarang-Surabaya naik bus patas kurang-lebih 6-7 jam, jadi memang lebih enak malam biar bisa tidur. Dan bus yang saya tumpangi itu supirnya luar biasa pembalap, ngebut dan selip sana-sini. Untungnya saya tidur selama perjalanan jadi nggak kerasa seramnya. Dan Alhamdulillah, kami tiba dengan selamat di Terminal Purabaya Surabaya 🙂
Dari Purabaya, kami melanjutkan perjalanan naik bus menuju terminal Bayuangga Probolinggo. Bus menuju Probolinggo bisa ditempuh menggunakan bus jurusan Probolinggo/Banyuwangi/Jember, tapi nanti turunnya tetap di Terminal Bayuangga Probolinggo. Dari Probolinggo, nyambung lagi naik elf menuju Cemoro Lawang, tempat banyak homestay dan penduduk yang tinggal di sekitar Bromo. FYI, elf ini bisa nampung 10-15 orang dan supirnya nggak mau jalan sebelum elf-nya penuh. Bolak-balik dari dan ke Probolinggo, kurang-lebih saya harus nunggu 2 jam sebelum elf-nya penuh. Jadi sabar-sabar saja menunggu, berdoa semoga penuhnya cepat 🙂
Kesimpulan: Kalau nggak lewat Malang, rute menuju Bromo bisa ditempuh melalui Surabaya, naik bus sampai Terminal Bayuangga Probolinggo, terus sambung elf sampai Cemoro Lawang. Letak elf-nya biasanya banyak ngetem di depan warung-warung di sepanjang jalan raya terminal. Tarif elf biasanya 30 ribu, sementara tarif bus tergantung kelasnya.
Kami tiba di Cemoro Lawang sekitar jam 12-an siang. Dari situ kami kemudian dijemput oleh orang dari homestay-nya untuk diantar ke tempat penginapan. FYI, nama homestay tempat kami menginap namanya Homestay Cemara 1. Homestay ini terdiri dari ruang TV, ruang makan, kamar mandi, dan 2 kamar tidur. Satu homestay kami sebenarnya bisa diisi sampai 10 orang, tapi kami cuma ngisinya untuk 5 orang, jadi bayar patungannya jadi agak lebih mahal. Bahkan kamar sebelah nggak kami gunakan karena kami memilih tidur sekamar berlima biar lebih hangat 🙂 Saran saya, ketika nemu rombongan lain di perjalanan, coba saja tawari untuk gabung di homestay yang sama kalau ruangannya masih cukup, lumayan untuk menghemat biaya patungan.
Nggak sampai di situ kebaikan Mbak Yuni, dia juga menawarkan kami untuk sewa jeep. Saya nanya harga untuk rute ke Penanjakan 1 – Kawah – Savannah/Bukit Teletubbies – Pasir Berbisik, dan harga yang dia bilang juga sangat reasonable, apalagi setelah dibagi patungan berlima.
Senangnya, di Bromo ini kami banyak dapat kenalan baru dan saya jadi sadar kalau ternyata dunia itu lumayan sempit (atau kata teman saya, pergaulan kami yang luas :D). Kami berkenalan dengan dua rombongan, yang rombongan pertama isinya cewek-cewek doang, usut punya usut ternyata mereka satu angkatan dengan kami di kampus yang sama! Kenalan sama rombongan yang kedua, salah satu dari mereka ternyata tinggal satu kota sama dengan saya 🙂
Berhubung kami bakalan naik jam setengah 3 pagi, akhirnya kami memutuskan untuk tidur jam 8 malam kemudian bangun jam 2 pagi. Pertama kali bangun rasanya badan dingin banget, saya sampai harus pakai 3 lapis baju dan jaket, sementara jeans saya dobel pakai legging dalamnya.
Sunrise & The Independence Day
Tujuan pertama kami adalah Penanjakan 1, yaitu tempat untuk mengejar sunrise. Pagi buta begitu ternyata jalanan sudah ramai dengan jeep-jeep dan motor-motor yang juga bakalan naik. Perjalanan menuju Penanjakan 1 luar biasa curam naiknya, gelap, dan kadang buram karena tertutup pasir. Hebatnya, supir jeep-nya seakan sudah hafal di luar kepala rute di sekitar Bromo sehingga nggak ada sekalipun kami keluar jalur atau nyasar.
Sampai di Penanjakan 1 kurang lebih jam setengah 4 pagi, dan yang saya lihat isinya manusia semua, luar biasa ramai. Mungkin karena momennya juga pas lagi 17-an makanya jadi lumayan penuh. Untuk mendapatkan foto-foto di bawah ini, saya harus berdesak-desakan dengan tangan, bahu, dan kaki orang. Bahkan saya sempat mengambil foto di antara kaki dua orang yang sedang berdiri di depan saking penuhnya.
Di hari itu banyak banget yang bawa bendera merah-putih (salah satunya kami!), bahkan ada yang niat banget sampai bawa tiang bendera lalu dikibarkan di Penanjakan 1 saat sunrise. Saat mulai muncul semburat jingga dan mataharinya hampir terbit, serentak orang-orang di Penanjakan 1 bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya sambil mengibarkan bendera merah-putih. Saya sangat merinding sekaligus bersyukur, ketika sunrise, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan berada di salah satu keindahan Indonesia di hari ulang tahun Indonesia. Momen ini membuat saya semakin sadar betapa indahnya Indonesia, betapa kayanya negara kita, dan betapa saya sangat mencintai negeri ini.
Selamat ulang tahun Indonesiaku 🙂